25 September 2008

Waspada Makanan Manis Bagi Orang Berpuasa


'Waspada Makanan Manis
Bagi Orang Berpuasa'


Di bulan puasa itu, sering kita dengar kalimat 'Berbuka puasalah dengan
makanan atau minuman yang manis,' katanya. Konon, itu dicontohkan
Rasulullah saw. Benarkah demikian?

Dari Anas bin Malik ia berkata : "Adalah Rasulullah berbuka dengan Rutab
(kurma yang lembek) sebelum shalat, jika tidak terdapat Rutab, maka
beliau
berbuka dengan Tamr (kurma kering), maka jika tidak ada kurma kering
beliau meneguk air. (Hadits riwayat Ahmad dan Abu Dawud)

Nabi Muhammad Saw berkata : "Apabila berbuka salah satu kamu, maka
hendaklah berbuka dengan kurma. Andaikan kamu tidak memperolehnya, maka
berbukalah
dengan air, makasesungguhnya air itu suci."

Nah. Rasulullah berbuka dengan kurma. Kalau tidak mendapat kurma, beliau
berbuka puasa dengan air. Samakah kurma dengan 'yang manis-manis' ?
Tidak.
Kurma, adalah karbohidrat kompleks (complex carbohydrate) .
Sebaliknya, gula yang terdapat dalam makanan atau minuman yang manis-manis
yang
biasa kita
konsumsi sebagai makanan berbuka puasa, adalah karbohidrat sederhana
(simple carbohydrate) .

Darimana asalnya sebuah kebiasaan berbuka dengan yang manis? Tidak
jelas.
Malah berkembang jadi waham umum di masyarakat, seakan-akan berbuka
puasa
dengan makanan atau minuman yang manis adalah 'sunnah Nabi'. Sebenarnya
tidak demikian. Bahkan sebenarnya berbuka puasa dengan makanan
manis-manis
yang penuh dengan gula (karbohidrat sederhana) justru merusak kesehatan.

Dari dulu saya tergelitik tentang hal ini, bahwa berbuka puasa
'disunnahkan' minum atau makan yang manis-manis. Sependek ingatan saya,
Rasulullah
mencontohkan buka puasa dengan kurma atau air putih, bukan yang
manis-manis.

Kurma, dalam kondisi asli, justru tidak terlalu manis. Kurma segar
merupakan
buah yang bernutrisi sangat tinggi tapi berkalori rendah, sehingga tidak
menggemukkan (data
di sini dan di sini).
Tapi kurma yang didatangkan ke Indonesia dalam kemasan-kemasan di bulan
Ramadhan sudah berupa 'manisan kurma', bukan lagi kurma segar. Manisan
kurma ini
justru ditambah kandungan gula yang berlipat-lipat kadarnya agar awet
dalam perjalanan ekspornya. Jadi, kalau mau mengikuti sunnah
Rasulullah, sebisa
mungkin carilah kurma yang tanpa ditambahkan kandungan gula. Caranya?
Nggak tau. Metik dari pohonnya, ngkali?

Kenapa berbuka puasa dengan yang manis justru merusak kesehatan?

Ketika berpuasa, kadar gula darah kita menurun. Kurma, sebagaimana yang
dicontohkan Rasulullah, adalah karbohidrat kompleks, bukan gula
(karbohidrat sederhana).
Karbohidrat kompleks, untuk menjadi glikogen,
perlu diproses
sehingga makan waktu. Sebaliknya, kalau makan yang manis-manis, kadar
gula
darah akan melonjak naik, langsung. Bum. Sangat tidak sehat. Kalau
karbohidrat kompleks seperti kurma asli, naiknya pelan-pelan.

Mari kita bicara 'indeks glikemik' (glycemic index/GI) saja. Glycemic
Index (GI) adalah laju perubahan makanan diubah menjadi gula dalam
tubuh. Makin
tinggi glikemik indeks dalam makanan, makin cepat makanan itu dirubah
menjadi gula, dengan demikian tubuh makin cepat pula menghasilkan
respons
insulin.

Para praktisi fitness atau pengambil gaya hidup sehat, akan sangat
menghindari makanan yang memiliki indeks glikemik yang tinggi. Sebisa
mungkin mereka akan makan makanan yang indeks glikemiknya rendah.
Kenapa?
Karena makin tinggi respons insulin tubuh, maka tubuh makin menimbun
lemak. Penimbunan lemak tubuh adalah yang paling dihindari mereka.

Nah, kalau habis perut kosong seharian, lalu langsung dibanjiri dengan
gula (makanan yang sangat-sangat tinggi indeks glikemiknya) , sehingga
respon
insulin dalam tubuh langsung melonjak. Dengan demikian, tubuh akan
sangat
cepat merespon untuk menimbun lemak.

Saya pernah bertanya tentang hal ini kepada seorang sufi yang diberi
Allah
'ilm tentang urusan kesehatan jasad manusia. Kata Beliau, bila berbuka
puasa, jangan makan apa-apa dulu. Minum air putih segelas, lalu sholat
maghrib. Setelah shalat, makan nasi seperti biasa. Jangan pernah makan
yang manis-manis, karena merusak badan dan bikin penyakit. Itu jawaban
beliau.
Kenapa bukan kurma? Sebab kemungkinan besar, kurma yang ada di Indonesia
adalah 'manisan kurma', bukan kurma asli. Manisan kurma kandungan
gulanya
sudah jauh berlipat-lipat banyaknya.

Kenapa nasi? Lha, nasi adalah karbohidrat kompleks. Perlu waktu untuk
diproses dalam tubuh, sehingga respon insulin dalam tubuh juga tidak
melonjak. Karena respon insulin tidak tinggi, maka kecenderungan tubuh
untuk menabung lemak juga rendah.

Inilah sebabnya, banyak sekali orang di bulan puasa yang justru lemaknya
bertambah di daerah-daerah penimbunan lemak: perut, pinggang, bokong,
paha, belakang lengan, pipi, dan sebagainya. Itu karena langsung
membanjiri
tubuh dengan insulin, melalui makan yang manis-manis, sehingga tubuh
menimbun
lemak, padahal otot sedang mengecil karena puasa.

Pantas saja kalau badan kita di bulan Ramadhan malah makin terlihat
seperti 'buah pir', penuh lemak di daerah pinggang. Karena waham umum
masyarakat
yang mengira bahwa berbuka dengan yang manis-manis adalah 'sunnah', maka
puasa bukannya malah menyehatkan kita. Banyak orang di bulan puasa
justru
menjadi lemas, mengantuk, atau justru tambah gemuk karena kebanyakan
gula.
Karena salah memahami hadits di atas, maka efeknya 'rajin puasa = rajin
berbuka dengan gula.'





Image Hosted by ImageShack.us

Ucapan Orang Bijak : Bekerja keras sekarang, merasakan hasilnya nanti; bermalas-malas sekarang, merasakan akibatnya nanti.
-- John C. Maxwell
--

1 komentar:

remilunkai mengatakan...

=) yg rajin yah nulis blog nya...
heheheheh...*kaya gw rajin ajah*

Pengikut